Baca! Baca! Baca! Lalu, jadilah Anda orang yang berperadaban!

Meneguhkan Peran Penting Pesantren

Selasa, 07 Agustus 2012

Oleh Nurul H. Maarif* Beberapa hari ini, pesantren (utamanya pesantren modern dan semi-modern) tengah mengalami kesibukan serius, terkait kedatangan santri baru Tahun Ajaran 2012-2013. Wali santri, keluarga, handai taulan dan santrinya sendiri, hilir mudik ke pesantren: dari survey kualitas pesantren, fasilitas, mendaftar dan mengantarkan putera-puterinya berkhidmat ilmu di pesantren. Jika diperhatikan, volume kedatangan santri pada tahun ini lebih semarak dibanding tahun sebelumnya. Di Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, tempat kami berkhidmat, tampak peningkatan kuantitas santri lebih dari 150 persen. Ketika kami kroscek ke beberapa pesantren lainnya di wilayah Lebak, secara umum ternyata hal sama terjadi. Apa maknanya? Ada beberapa jawaban yang bisa diajukan untuk merespon pertanyaan ini. Pertama, pesantren sebagai agent of change, khususnya di bidang moralitas, tampaknya masih (dan bahkan terus) mendapat kepercayaan besar dari masyarakat. Lebih-lebih di tengah suasana ketika Kementerian Agama (Kemenag), lembaga pemerintah yang identik dengan nilai-nilai agama dan tempat bernaungnya tokoh-tokoh agama, tengah disorot serius oleh banyak kalangan terkait kasus-kasus korupsi yang terjadi di sana, termasuk yang hangat soal pengorupsian dana pencetakan al-Qur’an (yang jika benar adanya, bisa jadi dilakukan oleh beberapa alumni pesantren). Karenanya, kepercayaan masyarakat ini, tentu saja tidak cukup hanya disyukuri secara lisan oleh pihak pesantren, melainkan juga (terutama) harus disyukuri melalui kinerja dan kerja keras tanpa henti, pun terus berbenah dalam segala lininya. Ketika masyarakat mempercayakan putera-puterinya dididik di pesantren, maka pesantren memiliki tanggungjawab moral yang berlipat dan tidak ringan. Itu sebabnya, pesantren tidak boleh lengah dengan menyia-nyiakan kepercayaan ini. Kedua, keinginan untuk menjadi lebih baik. Dalam kesempatan wawancara dengan wali santri (baik wali santri yang alumni pesantren maupun yang tidak sama sekali) dan santrinya, secara umum ada beberapa alasan yang diajukan kenapa mereka “menjatuhkan pilihan hati” pada pesantren. Diantaranya, adanya keinginan supaya anaknya menjadi lebih baik dengan menimba ilmu di pesantren. Ini, kata mereka, karena kehidupan kawula muda di luaran pesantren dinilai kian hari kian permisif dan “berbahaya” saja. Uniknya, kenyataan ini diakui tidak hanya oleh wali santri, namun oleh santrinya sendiri dengan kesadarannya yang baik itu. Memang benar, banyak hasil penelitian dan survey menunjukkan, pergaulan kawula muda sudah kian bebas; merokok, menonton gambar-gambar dewasa, narkoba, minuman keras, hubungan lawan jenis, bahkan aborsi pun banyak terjadi. Beberapa waktu lalu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) merilis hasil survey mengagetkan terkait perilaku remaja. Hasilnya, 62,7 % siswi SMP melakukan seks pra-nikah. 21,2 % dari mereka pernah melakukan aborsi ilegal. Tren seks bebas ini tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan. Data ini diperoleh oleh KOMNAS-PA berdasarkan survei terhadap 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar. Itu sebabnya, dengan masuk pesantren, insya Allah hal-hal ini bisa diminimalisir, mengingat posisi pesantren yang boarding school dengan ketentuan yang ketat; HP dilarang, merokok dikekang, narkoba ditentang, pergaulan lawan jenis sangat dibatasi dan menjadi enemy bersama. Bahkan tak jarang yang santri putera dan puterinya dipisahkan di tempat yang berjauhan. Bagi yang mentolerir pergaulan bebas, tentu saja pembatasan ini dinilai sebagai penjara dan pengebirian. Namun bagi yang berfikir positif, tentu pandangannya lain. Inilah cara pesantren meneruskan misi bi’tsah (pengutusan) Rasulullah SAW untuk membenahi moralitas yang kian rusak (li utammima makarim al-akhlak). Bagi pesantren, yang dari awal memang identik dengan ilmu-ilmu agama, ada keyakinan bahwa “siapapun yang dikehendaki baik oleh Allah SWT, maka dia akan diberi kesenangan mempelajari agama”, termasuk menyenangi pesantren dengan segala pembatasan dan kegiatan keagamaannya. Inilah yang dalam bahasa Rasulullah SAW disebut: man yuridilllah bihi khairan yufaqqihhu fi al-din. Tentu saja, tanpa menafikan potensi kebaikan-kebaikan di luaran sana yang juga sangat berlimpah. Persoalannya, jujur saja, jika dibandingkan dengan orang yang tidak memilih pesantren, yang memilih pesantren jauh lebih sedikit. Jika disurvey, barangkali hanya sekian persennya, karena alasan kekolotan, kekumuhan, pembatasan dll. Kondisi ini jugalah yang diceritakan Imam Besar Masjid Istiqlal, Kiai Haji Ali Mustafa Yaqub, dalam buku terbarunya Makan Tak Pernah Kenyang, hal. 6, dalam sub tema “Manusia Menyukai Neraka”. Sebaliknya, menurut beliau, justru aneh jika yang masuk ke pesantren lebih banyak ketimbang yang tidak. Namun sesungguhnya, fenomena ini tidak aneh sama sekali, mengingat Rasulullah SAW sudah mengisyaratkannya jauh-jauh hari: ya’ti ‘ala al-nasi zamanun al-shabiru ‘ala dinihi ka al-qabidh ‘ala al-jamr. Akan datang suatu masa, orang yang berpegang teguh pada agamanya, ia laksana memegang bara api. Dilepaskan itu (agama) penting, namun dipegang kuat-kuat rasanya panas. Demikian halnya santri, ketika melihat kehidupan bebas di luaran sana. Kondisinya serba “panas” dan “gerah”. Namun merekalah, orang-orang yang teguh sabar memegang ajaran agamanya, yang insya Allah mendapat dua kebahagiaan fi al-darain (dunia dan akhirat). Tiga Aktor Keberhasilan Di pesantren, banyak keuntungan yang didapat dibanding di luaran pesantren. Sesuai wawancara dengan wali santri dan santri misalnya, pada jam 04.00, mereka biasanya masih nyenyak di pembaringan. Di pesantren, mereka sudah dibangunkan untuk shalat tahajud, lantas mendaras ayat-ayat suci al-Qur’an, shalat sunah sebelum Subuh, jamaah Subuh, belajar kultum, mendaras al-Qur’an lagi, belajar Bahasa Arab/Inggris, atau ngaji kitab kuning sekira sampai pukul 06.00. Di rumah, apakah anak-anak kita melakukan hal-hal positif ini? Kita sudah paham jawabnya. Itu sebabnya, jika dibandingkan, dengan beraktivitas selama dua jam di pesantren, dari pukul 04.00 s.d. 06.00, santri telah mendapat 8 nilai/ajaran positif yang tidak didapatkan di rumah. Itu baru dua jam. Bagaimana jika sehari, seminggu, sebulan, setahun, tiga tahun, enam tahun, dst? Inilah keuntungan memesantrenkan putera-puteri kita. Kesadaran adanya keuntungan/laba besar inilah yang harus terus hidup dan tumbuh subur dalam diri kita. Dan untuk benar-benar mendapatkan keuntungan ini, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, maka ada tiga aktor penting yang harus saling berkolaborasi; orang tua, santri dan guru (dalam hal ini pesantren). Ibarat telenovela, masing-masing pihak harus memerankan tugasnya sesuai skenario yang telah dibuat oleh sutradara. Orang tua, umpamanya, bertugas untuk mensupport pendidikan putera-puterinya secara total, baik moril maupun meteriil. Dalam hal materiil, tentu karena pesantren tidak mampu menyediakannya. Santri juga harus memiliki motivasi, kesabaran dan ketekunan yang tinggi untuk belajar. Harus ada keyakinan “yunalu al-‘ilmu bi al-jiddi la bi al-jaddi/ilmu diraih dengan ketekunan, bukan keturunan”. Santri juga harus banyak merenung perihal jasa orang tua. Dengan keringat bercucuran, mereka rela melakukan apapun, hanya untuk melihat anaknya benar dan pintar (tidak sekedar pintar saja). Santri harus memiliki kesadaran penuh untuk tidak menyia-nyiakan keringat orang tuanya yang terus menetes-netes kelelahan untuk mencarikan modal pendidikannya. Jikapun dua aktor ini sudah berkolaborasi, maka dibutuhkan aktor ketiga, yaitu guru atau pesantren. Guru dan pesantren harus menyiapkan metodologi pengajaran yang integratif antara intelektual dan spiritual plus keseimbangan teori dan praktik. Tidak memisahkan keduanya. Metode pengajaran, interaksi dengan santri plus walinya, keteladanan guru, kelengkapan fasilitas, perhatian, dan seterusnya, harus terus ditingkatkan dan menjadi obsesi tiada henti. Dengan memperhatikan hal-hal ini, insya Allah cap pesantren sebagai agent of change benar-benar nyata. Inilah pesantren yang sesungguhnya, yang urgensinya harus diteguhkan oleh pihak pesantren sendiri. Wa Allah a’lam.[] *Pengajar di Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten (www.qothrotulfalah.com). Selengkapnya...

Faiz Dkk Juara II Cerdas Cermat Kabupaten

Mewakili SMA Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, Faiz Afifi, Fauzul Iman Muzayid dan Ikrom Khotami berhasil meraih Juara II Lomba Cerdas Cermat Ramadhan Tingkat SMA/SMK/MA se-Kabupaten Lebak Banten, yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kab. Lebak, di Masjid Agung al-A’raf Lebak, Sabtu-Ahad, 4-5 Agustus 2012. Santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang juga siswa-siswa Kelas XII SMA Qothrotul Falah itu berhasil menjadi runner up setelah bertarung melawan 35 kontestan dari berbagai SMA negeri dan swasta terkemuka, termasuk dari pesantren, di Kab. Lebak. Misalnya, SMAN 1, SMAN 3, Ponpes As-Syaifiyyah, Ponpes Wasilatul Falah, Ponpes al-Najwa, Ponpes al-Idrus dan masih banyak lagi. Dikatakan oleh Guru Pembimbing, Ustadz Agus F. Awaluddin, dirinya merasa bahagia atas prestasi ini. “Saya merasa bahagia dan bangga, karena tidak gampang mendapatkan prestasi seperti sekarang ini yang sekaligus sebagai “kado” istimewa buat saya,” ujarnya di hadapan para santri, saat memberikan sambutan usai berjamaah tarawih, Ahad (5/8/2012) malam. “Kado” istimewa? Apaan nih maksudnya, Ustadz? Mahasiswa Jurusan Matematika STAISMAN Pandeglang ini berharap, keberhasilan yang kesekian kalinya ini menjadi pemicu dan pemantik semangat bagi adik-adik kelas yang lainnya. “Mudah-mudahan prestasi ini bisa diteruskan dan dikembangkan ke depan, oleh generasi-generasi berikutnya,” ujarnya. Hanya saja, imbuh Ustadz Agus, untuk kategori MTs/SMA, prestasi anak asuhnya sedikit kurang membahagiakan. “Yang MTs cuma dapat peringkat keempat. Itupun sebetulnya sudah cukup bagus. Insya Allah, ke depan, kita akan terus meningkat kemampuannya dan mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain,” katanya berharap. Menanggapi keberhasilan ini, Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak KH. Achmad Syatibi Hambali juga menampakkan kegembiraannya. “al-Hamdulillah, kita bisa berprestasi dan mengalahkan banyak kontestan lain. Saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz Agus selaku pembimbing dan anak-anakku yang berjuang keras untuk mengharumkan nama baik pesantren,” ujarnya. “Ini harus menjadi pijakan bagi kemajuan generasi berikutnya,” imbuhnya. Sesuai jadual, Selasa (7/8/2012) sore, Faiz dkk akan menerima hadiah tropi dan uang pembinaan di Masjid Agung al-A’raf sekaligus disambung dengan buka puasa bersama. Oke deh, semoga ini bukan awal dan bukan akhir. Semoga ini bagian dari tradisi medali berkelanjutan bagi Pondok Pesantren Qothrotul Falah.[nuha] Selengkapnya...

Tangis Haru Warnai Kelulusan SMA QF

Rabu, 30 Mei 2012

Setelah dag dig dug berdebar-debar beberapa minggu lamanya menunggu detik-detik pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) 2011-2012, kini siswa-siswi Kelas XII IPA/IPS SMA Qothrotul Falah bisa bernafas lega. Ploooooongggg rasanya. Apa pasal? Tak lain karena hasil UN yang ditunggu-tunggu telah keluar, Sabtu 26 Mei 2012. Hasilnya? “al-Hamdulillah, tak ada satupun siswa SMA Qothrotul Falah yang ketinggalan alias lulus seratus persen. Tentu saja, ini berkat doa dan kerja keras dari semua pihak. Terima kasih untuk semua yang terlibat,” ujar Kepala SMA Qothrotul Falah, NHM. Untuk SMA QF sendiri, pengumuman resmi baru disampaikan Ahad, 27 Mei 2012 pagi, dengan mengundang wali siswa. “Kalau kita ingin mengumumkan tanpa melibatkan wali santri, tentu tadi malam pun sudah bisa kita umumkan. Tapi kan kita ingin menjalin silaturahim dengan wali santri lebih dekat lagi. Apalagi, ini mungkin silaturahim resmi terakhir menjelang wisuda,” ujar NHM, di hadapan wali santri Kelas XII, Ahad (27/5/2012), di Pondok Baca Qi Falah. Di hadapan wali santri, NHM mengungkapkan, pihaknya telah melakukan hal-hal yang maksimal untuk kebaikan siswa-siswi SMA QF. “Inilah yang bisa kami berikan untuk Bapak/Ibu dan anak-anak kita. Semoga, apa yang kami berikan ini, walaupun sedikit, setidaknya bisa memberikan manfaat buat anak-anak kita,” ujarnya. Dikatakan NHM, yang didampingi Kepala MTs Qothrotul Falah Tanto Haryanto, Waka Kurikulum Rakhmat A Ibrahim dan Bendahara Dede Saadah, UN hanyalah satu syarat dari sekian syarat kelulusan. “Syarat yang berkaitan dengan KBM, mungkin sudah selesai. Tapi yang berkaitan dengan akhlak mulia, kita masih akan pantau hingga wisuda. Karenanya, kelulusan sesungguhnya baru akan terjadi pada saat wisuda. Makanya, kami berharap, Bapak/Ibu terus mengontrol anak-anaknya untuk mengikuti segala kegiatan pesantren hingga benar-benar telah dilepas,” pintanya. Usai sambutan, maka giliran penyampaian SK kelulusan. Pada saat inilah, NHM berdiri dan memberikan SK satu persatu kepada wali siswa. Muka-muka mereka tampak menegang dan tidak tenang. Jangan…jangan…jangan…Dan al-hamdulillah, usai amplop dibuka, semuanya dinyatakan lulus UN. Keteganganpun segera berganti keharuan. “al-Hamdulillah, semuanya lulus. Saya takut dan kuatir kalau ada yang tidak lulus, apalagi kalau itu anak saya. Saya sempat tidak ingin datang ke sini, karena males,” ujar Ibu dari siswa Iip Kholifah. Maklum, sehari sebelumnya, Iip sempat diisukan tidak lulus oleh kawan-kawannya. “Ah, itu isu saja. Semuanya lulus kok,” tepis NHM sambil tertawa. Para siswa sendiri tampak riang gembira. Saking senangnya, air mata mereka berlelehan. Ada yang berangkulan dengan orang tuanya, sambil sesenggukan. Ada yang menangis bersama kawan-kawannya di pojok. Yang pasti, tangisan itu tanda kebahagiaan. al-Hamdulillah. Selamat ya! Awas, jangan corat-coret baju. Hibahkan saja buat adik kelas kalian. [nuha] Selengkapnya...

Profil Qi Falah di Buku Gempa Literasi

Perpustakaan milik Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, yang diberi nama Pondok Baca Qi Falah (berdiri 2009), mendapat kehormatan karena profilnya dimuat di buku Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, yang ditulis oleh Gol A Gong (tokoh TBM Rumah Dunia Serang/Ketua Taman Bacaan Masyarakat Indonesia) dan Agus M. Irkham (Forum Indonesia Membaca). Buku setebal 519 halaman terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta, dan diterbitkan Februari 2012 ini berisi seluk-beluk dunia literasi di Indonesia. Banyak cerita menarik di sana. Isinya hasil tulisan kedua tokoh literasi itu di majalah dan koran ternama. Dan diantara isinya, adalah 50 profil taman baca di Indonesia, yang diambil dari Buku Kepergok Membaca terbitan World Book Day 2010. Diantara 50 profil taman bacaan yang ditampilkan di sana, salah satunya adalah Pondok Baca Qi Falah, tepatnya di halaman 485-486. Ini satu-satunya taman bacaan di Kab. Lebak yang mendapat kesempatan ditampilkan di buku berslogan “Buku Sakti Pegiat Literasi” ini. “al-Hamdulillah ya, pondok baca kita dilihat oleh orang lain dan bahkan ditampilkan di buku yang penting ini. Mudah-mudahan ini karena pondok baca kita dinilai penting juga oleh mereka,” ujar Ahmad Turmudzi, orang penting di Pondok Baca Qi Falah dan pernah menjadi ketuanya. Harapannya, dengan nebeng tampil di buku penting ini, Pondok Baca Qi Falah kian dikenal masyarakat secara luas, sehingga mereka bisa mengakses buku-buku yang tersimpan di dalamnya secara lebih massif lagi. “Semoga saja, Pondok Baca Qi Falah semakin bermanfaat bagi orang banyak. Ini tentunya harapan kita semua, karena inilah sesungguhnya tujuan yang hendak kita capai,” ujar Ustadz Agus F. Awaluddin, mantan Ketua Pondok Baca Qi Falah lainnya. Namun demikian, selain patut disyukuri, kenyataan ini juga harus menjadi pelajaran penting bagi kru Pondok Baca Qi Falah. Jika ia makin dikenal, maka koleksi bukunya harus semakin banyak dan pengelolaannya semakin baik. “Insya Allah, kehormatan ini harus dijadikan momen bagi kita untuk lebih baik lagi, bukannya malah membuat kita terlena dan stagnan,” ujar Ustadz Agus. Oke, semoga saja, Pondok Baca Qi Falah kian dikenal di luaran sana. Dan yang paling penting, kemanfaatannya kian dirasakan oleh orang banyak, sehingga lambat laun bisa turut mengangkat harkat pendidikan di Kab. Lebak khususnya, dan Banten umumnya. Ala kulli hal, terima kasih untuk Mas Gong dan Mas Agus yang mempercayai Pondok Baca Qi Falah untuk menjadi mitra literasi di negeri ini.[nuha] Selengkapnya...

Adu Argumen Saat Diskusi “Sopan Santun pada Buku”

Jumat, 23 Maret 2012

Kelas X SMA Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten memiliki agenda rutin setiap Jum’at sore ba’da Ashar, yakni diskusi tematik. Bertempat di Pondok Baca Qi Falah, diskusi Jum’at (23/3/2012) kali ini mengangkat tema “Sopan Santun pada Buku”. Penyampai materi adalah Syahrul Ramdan, Yenny Khairunnisa, M. Aluthfi, dan A. Husaini.

Dalam diskusi kali ini, mereka dibimbing oleh Koordinator Pondok Baca Qi Falah, Ahmad Turmudzi dan Pengelola www.qothrotulfalah.com, Nurul H. Maarif. Diskusi yang dilengkapi makalah ini berlangsung ramai, dan sesekali terlihat adu argumen antar peserta.

Dalam paparannya, Syahrul Ramdan menjelaskan pentingnya menghargai buku sebagai sumber pengetahuan. Buku apapun, karena isinya ilmu pengetahuan, maka sudah selayaknya dimuliakan. “Karenanya, kita harus punya sopan santun pada buku. Buku tidak boleh disia-siakan dan dihinakan,” ujarnya.

Bentuk sopan santun pada buku itu, papar Syahrul yang juga Ketua Forum Diskusi Jum’atan Kelas X SMA Qothrotul Falah ini, adalah tidak melipat buku sembarangan, menaruhnya di tempat yang layak, tidak membiarkannya tergeletak di lantai, membaca isinya dengan penuh kekhusyuan dan seterusnya.

Diantara yang memantik debat serius, adalah pernyataan Syahrul bahwa buku tidak seharusnya dicorat-coret sebagai bentuk penghargaan atas kemuliaannya. “Bagaimana dengan Kitab Awamil, yang oleh ustadz-ustadz kita malah disuruh mencoretnya? Dan ini telah menjadi tradisi pesantren,” ujar Muh. Luthfi memprotes keras. Luthfi beranggapan, pernyataan Syahrul bertentangan dengan tradisi mencoret yang telah lama berlangsung di pesantren.

“Itu lain konteknya. Kalau Kitab Awamil memang harus dicoret, namun bukan dicorat-coret. Nyoret di sini maksudnya memberikan arti pada lafal-lafal yang kita tidak tahu maknanya. Ini malah bagus dan penting. Mencoret yang dilarang itu yang berakibat merusak buku,” ujarnya berargumen, kendati masih belum bisa diterima oleh Luthfi. Diskusipun berjalan kian hangat saja, dan sesekali diiringi tawa dan tepuk tangan peserta lainnya.

Di akhir diskusi, Ahmad Turmudzi memberikan masukan tentang jalannya diskusi. Dikatakannya, diskusi kali ini mulai tampak lebih hidup dan lebih maju disbanding sebelumnya. “Namun saya harap, yang belum pernah bicara, Jum’at depan harus mulai berani bicara. Tidak boleh malu-malu dan harus mulai berlatih mental. Saya yakin semua bisa,” katanya memotivasi. “Bacaannya pun harus diperkuat dan diperbanyak lagi, sehingga argumen yang disampaikan lebih berbobot,” imbuhnya.

Terkait isi diskusi, UT – sapaan akrabnya – menyatakan, ada sopan santun lain yang justru lebih penting dijunjung tinggi terkait penghormatan pada buku, yakni membacanya. UT lantas mengutip Joseph Brodsky, pemenang Nobel Sastra tahun 79, yang menyatakan bahwa “ada kejahatan yang lebih parah ketimbang membakar buku, yaitu tidak membaca buku.”

Terkait mencoret buku atau kitab, UT mengutip pernyataan KH. Abdul Hanan Ma’shum (Pengasuh Pondok Pesantren Fathul Ulum Kewagean Kediri Jawa Timur). Kiai yang sufi ini menyatakan: “Terangnya kitab, gelapnya hati. Gelapnya kitab, terangnya hati.”

“Nyoret itu ada konteknya. Kalau nyoret kitab atau memaknainya, maka menurut KH. Hanan Ma’shum, jika kitab kita semakin banyak coretannya, maka semakin teranglah hati kita. Semakin terang kitab kita, yang bermakna kitab kita kosong, maka semakin gelaplah hati kita, karena kita tidak bisa memahami isinya jika kitab kita kosong,” ujarnya. “Karena itu, ya, tergantung sudut pandangnya,” imbuhnya.

Diskusi yang kian menghangat itupun harus dihentikan ketika jam dinding telah menunjukkan pukul 17.30, karena mereka harus segera memasuki majelis untuk mengikuti pengajian al-Qur’an. Oke anak-anak, good, good, dan good. Ayo dong, yang masih diam, tunjukkan bahwa kalian bisa! Mau kapan lagi, kalau tidak sekarang? [nuha]


Selengkapnya...

Menegaskan (Kembali) Urgensi M2IQ

Oleh Nurul H. Maarif*

Musabaqah Makalah Ilmiah al-Qur’an (M2IQ) merupakan cabang termuda dalam ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Untuk tingkat nasional, kegiatan menulis kandungan al-Quran ini baru diselenggarakan pada MTQ Nasional ke XXII di Propinsi Banten, 17-24 Juni 2008. Baru setelah itu merembes ke mana-mana, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota.

Untuk Kabupaten Lebak Banten, kegiatan ini baru diselenggarakan pertama kalinya pada MTQ Kab. Lebak ke-31, yang saat ini tengah dihelat di Kec. Kalanganyar Lebak, Senin-Kamis (19-22 Maret 2012); empat tahun setelah dihelat secara nasional untuk pertama kalinya. Ini menunjukkan ada keterlambatan eksebisi cabang ini di Kab. Lebak.

Kegiatan M2IQ ini, secara nasional (termasuk di beberapa daerah yang mengikutinya), pada awalnya bertitel Musabaqah Menulis Kandungan al-Qur’an (M2KQ). Apapun namanya, ia diniatkan sebagai arena tempur bagi bibit-bibit pengkaji al-Qur’an untuk mengeksplorasi kedalaman ayat-ayatnya. Niat yang sangat baik, mengingat kandungan al-Qur’an yang tidak akan habis dieksplorasi dan tiada kering ditimba.

Menegaskan Kembali Urgensi
Tulisan ini tidak berpretensi apapun, selain bermaksud menegaskan kembali urgensi M2IQ sebagai bagian terpenting dari cabang-cabang MTQ. Apa saja misalnya?

Pertama, ajang eksplorasi ayat. Seperti niatan awalnya, M2IQ merupakan ajang untuk menggali kedalaman isi al-Qur’an. Dalam kaca mata Cendekiawan Mesir, M. Abdullah al-Darraz, al-Qur’an itu ibarat mutiara yang kilauan cahayanya sangat tergantung pemandangnya. Latar belakang, kepentingan dan kecenderungan mereka inilah yang turut mewarnai kilauan cahaya itu. Itu sebabnya, kilauan cahaya al-Qur’an tidak mampu dibatasi dan direduksi siapapun.

Pernyataan ini sesuai atau (tepatnya) menegaskan kembali firman Allah SWT; “Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (Qs. al-Kahf [118]: 109). Kalimah-kalimah atau ilmu-ilmu Allah SWT itu lautan yang tak bertepi. Ini yang dalam bahasa Alm KH. Idris Kamali Tebuireng disebut “al-‘ilm bahrun muntahahu yab’udu # laisa lahu haddun ilaihi yuqshadu” (ilmu itu lautan yang tepiannya sangat jauh # tiada ujung bagi para pencarinya).
Itu sebabnya, ajang M2IQ menjadi sangat urgen melihat situasi krusial ini. Jika peminat eksplorasi kandungan al-Qur’an sepi, tak mustahil al-Qur’an hanya akan menjadi teks bacaan yang miskin amaliah. Tentu saja, kita tidak ingin sabda Rasulullah SAW cepat menjadi kenyataan: la yabqa al-qur’an illa rasmuhu (kelak al-Qur’an tidak akan tersisa selain teksnya). Sabda ini niscaya benar, namun tidak untuk saat ini, jika masih banyak bibit-bibit unggul yang mau mengeksplorasi kandungannya dan sekaligus mengamalkannya.

Kedua, mengembalikan keemasan peradaban teks. Menurut pemikir kontroversial asal Mesir, Nashr Hamir Abu Zayd, sejatinya peradaban Islam itu identik dengan hadharah al-nash (peradaban teks/aksara). al-Qur’an, Hadis, dan pikiran-pikiran ulama, semua tertuang dalam teks atau aksara. Tanpanya, kita tidak akan mengenal peradaban Islam yang luhur itu.

Itu sebabnya, untuk meyakinkan Abu Bakar al-Shiddiq (Khalifah Pertama) tentang urgensi “pengaksaraan al-Qur’an” atau pembukuan al-Qur’an, Umar bin al-Khaththab sampai rela “berantem argumen” dengan seniornya itu, setelah ia melihat banyaknya penghafal al-Qur’an yang gugur dalam Perang Yamamah. Hingga beberapa kali diyakinkan, barulah Abu Bakar menerimanya. “Allah telah membuka pintu hatiku, untuk menerima usulan Umar,” katanya. al-Qur’anpun eksis hingga kini, dari abad pertama hijriah.

Ulama-ulama yang hebat dari berbagai bidang keahlian pun, yang kita kenang keindahan pikirannya, itu karena tradisi tulis-menulis berkembang sangat baik di kalangan mereka. Dan, semua itu didorong oleh kesadaran Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya tulis-menulis. Tak heran, menurut MM. Azami, beliau memiliki 65 sekretaris khusus untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an. Demikian juga beliau menganjurkan “pengaksaraan Hadis”, dalam kasus Abu Syah, penganut Islam baru asal Yaman. “Uktubu li abi syah/tulislah untuk Abu Syah,” titahnya saat Haji Wada’ tentang pentingnya menulis (tentu obyek penulisannya bisa berbeda setiap masa dan generasi).

Kesadaran pengaksaraan pemikiran inilah yang seharusnya terus menjadi spirit peradaban Islam, sejak zaman Nabi Muhammad hingga kini. Namun seiring waktu, diakui atau tidak, peradaban aksara atau tekstualisasi pemikiran keagamaan ini kian terkikis. Inilah yang dirisaukan Khaled Abou al-Fadhl. Professor Hukum di UCLA Amerika Serikat ini menulis; “Aku heran sekaligus sedih, bagaimana mungkin sebuah peradaban yang dibesarkan oleh sebuah buku (baca: Qur’an), harus meninggalkan dan tak peduli lagi pada dunia buku. Mereka tak membaca(nya), apalagi menulis(kannya).” Tentu saja, ini kritikan yang tajam bagi pengikisan tradisi tulis-menulis di kalangan kaum muslim.

Ketiga, kesadaran “kekelan” teks paska penulisnya. Urgensi lain dari M2IQ ini adalah soal kesadaran tentang kelestarian atau kelanggengan karya. Bisa dibayangkan, di bidang perlombaan lainnya, jika yang bersangkutan telah meninggalkan dunia fana ini, maka tidak ada lagi peninggalan pemikiran yang bisa dikenang. Semua hilang seiring kepergiannya. Ini berbeda dengan M2IQ. Kendatipun para pesertanya telah berpulang ke haribaan-Nya, namun hasil pemikirannya akan terus dibaca dan dikenang generasi muslim setelahnya. Inilah sejatinya, alasan kenapa ulama-ulama salaf terus dikenang hingga berabad-abad lamanya.

Dalam tradisi Islam, dikenal ungkapan bijaksana; Yabqa al-khaththu zamanan ba’da shahibih # wa katib al-khathth taht al-ardhi madfunun. Teks akan lestari sepanjang masa # sementara penulisnya terkubur di kolong tanah. M2IQ, semoga saja, bisa menjadi ajang penting bagi penegasan kelestarian teks ini. Inilah yang kelak akan memunculkan peradaban baru bagi generasi muslim baru, kendati penulisnya tidak merasakan, karena telah lebih dahulu menghadap-Nya.

Sekedar Catatan
Namun demikian, catatan konstruktif (dalam hal ini non-teknis) tetap harus diberikan bagi kesempurnaan kegiatan ini. Pertama, urgensi usia peserta sebagai pembibitan. Alangkah positifnya, jika kegiatan eksplorasi ayat ini dispesifikkan bagi peserta usia SMP/MTs/MA/SMA dan maksimal S1. Dengan pembinaan yang maksimal dan jangka waktu yang panjang, tak mustahil bibit-bibit ini akan menjadi manusia handal yang mampu mengeksplorasi kedalaman al-Qur’an secara mumpuni. Jujur saja, di negeri ini, jumlah mufassir yang memiliki kedalaman pemahaman, keluasan wawasan dan karya-karya yang unggul, masih terhitung jari. Syeikh Nawawi Banten, dengan Tafsir Marah Labid-nya, bisa menjadi teladan generasi muslim, terutama di Banten, di bidang eksplorasi ayat ini.

Kedua, fokus pada bibit-bibit lokal. Daerah pengirim sudah selayaknya lebih mementingkan potensi lokal daerahnya, bukan mencomot dari luar. Saya yakin, potensi lokal yang terpendam itu bisa dijumpai di setiap daerah. Hanya saja, karena kurang maksimal dalam pembinaan dan adanya keinginan instan meraih penghargaan, potensi lokal ini lantas diabaikan. Jika ini yang dilakukan, potensi daerah lain akan terus berkembang dan potensi daerah sendiri hilang. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Andai saja, daerah pengirim mau sedikit bersabar melakukan pembinaan, dalam beberapa tahun ke depan, potensi-potensi tersembunyi ini akan menjadi handal dan mampu mengharumkan daerahnya.

Ketiga, pengayaan dan penguatan referensi. Kualitas hasil karya sangat tergantung kekayaan dan kekuataan bahan bacaan. Juga, tentu saja, kedalaman analisisnya. Untuk menarget hal ini, tentu saja penguasaan bahasa asing menjadi tak bisa dihindarkan, mengingat eksplorasi membutuhkan keluasan bahan. Sukur-sukur, kelak, kegiatan semacam ini bisa diselenggarakan di ruang perpustakaan yang nyaman dengan koleksi buku yang bervariasi; atau setidaknya, penyelenggara menyediakan bahan bacaan yang beragam di ruang perlombaan, maka kita akan melihat calon-calon pengkaji al-Qur’an yang hilir mudik mencari materi, lalu menuliskannya dengan cerdas dalam artikel. Hasilnya, insya Allah akan sangat memuaskan.

Keempat, upaya meramaikan tradisi yang masih sepi peminat. Dalam konteks MTQ Lebak kali ini, dari 28 kecamatan yang ada, seharusnya total peserta ada 56, jika masing-masing kecamatan mengirimkan dua peserta putera puteri. Namun dalam kenyataannya, peserta yang hadir hanya 17. Ini menunjukkan, cabang ini masih sepi peminat. Bisa dimaklumi, karena ini cabang baru di Lebak dan membutuhkan banyak kesiapan; waktu yang panjang, bacaan yang kuat dan keahlian menulis. Hal inilah yang perlu terus ditingkatkan, yang karenanya pihak-pihak terkait harus bahu-membahu “menggarap”nya.

Kelima, pembukuan karya. Dengan pembinaan yang matang dan berkesinambungan, karya yang dihasilkan peserta niscaya sarat informasi dan temuan. Alangkah sayangnya, jika karya-karya mahal ini dibiarkan begitu saja dimakan debu dan usia, tanpa dibukukan dan dibaca secara massif oleh banyak kalangan. Di beberapa daerah, hal ini sudah dilakukan. Namun tentu saja, banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menuju ke arah sana; dana, editing, isi yang eksploratif sehingga layak dibaca, referensi yang kuat, sarat informasi, dan sebagainya.

Insya Allah, dengan kerja keras semua pihak, hal-hal di atas bisa diraih dengan sebaiknya. Karena M2IQ diawali di Banten, pengkaji al-Qur’an awal di negeri ini, Syeikh Nawawi, juga dari Banten, maka dalam bidang ini sudah selayaknya generasi muslim Banten berada di depan. Selamat dan sukses MTQ Kab. Lebak ke-31! Wa Allah a’lam.[]

*Pengajar di Ponpes Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten dan Dewan Hakim M2IQ MTQ Kab. Lebak ke-31, Senin-Selasa (19-22 Maret 2012).

Kalanganyar, 20 Maret 2012

(Radar Banten, Kamis, 22 Maret 2012)



Selengkapnya...

Puteri Jenderal Kunjungi Qothrotul Falah

Puteri Alm Jenderal Felix, pilot helikopter Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama Ir. Soekarno, H.A. Tine Damayanti Joicetineke Piri berkunjung ke Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten, Rabu (22/3/2012) malam. Kehadirannya sebagai Ketua Yayasan Kasih Sayang Banten (Kasaba) ini ditemani oleh Sekretaris Yayasan Kasaba, Andika Putra, yang juga alumni Pondok Pesantren Qothrotul Falah.

Wanita energik dan visioner berusia hampir 70 tahun ini hadir untuk bersilaturahim dengan keluarga pesantren. Di sana, beliau diterima dengan hangat oleh Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak KH. Achmad Syatibi Hanbali, istri pengasuh Hj. Siti Ammah, dan seorang pembantu pesantren, Nurul H. Maarif.

Dalam obrolan yang berlangsung sekitar satu setengah jam, dari pukul 21.30 s.d. 23.00 itu, wanita berdarah Keraton Mangkunegaran Solo ini bercerita banyak hal; baik kehidupan pribadi, perjalanan meraih pendidikan, perjalanan dinas keliling 28 negara asing, persentuhannya dengan protokoler kepresidenan, juga pengalamannya berakrab ria dengan Ir. Soekarno, Soeharto, Megawati, Gus Dur, juga Susilo Bambang Yudhoyono.

Yang terpenting lagi, beliau banyak bercerita perihal misi sosialnya di sekitar wilayah Banten melalui Yayasan Kasaba. “Saya suka mengirimkan dokter dan sarana kesehatan ke beberapa wilayah Banten, terutama sekitar Badui. Saya ingin memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk berbagi. Mudah-mudahan ini manfaat,” ujar wanita pengusaha yang menetap di Banten sejak 1959 ini.

Bunda – sapaan akrabnya – yang hingga kini masih segar bugar, juga bercerita banyak hal lain tanpa terbatasi oleh tema tertentu. Terkadang juga bicara kesehatan dengan sangat baik, karena Ibunya seorang ahli bedah dan ketua rumah sakit di Jakarta. Pokoknya, apa saja dibicarakan kala itu dan semuanya mengalir lancar. Tutur katanya yang santun dan rapi khas priyayi Jawa, membuat suasana silaturahim menjadi kian akrab dan kekeluargaan. “al-Hamdulillah, atas izin Allah SWT, saya punya keluarga baru lagi di sini,” ujar wanita yang dekat dengan Buya Hamka ini akrab.

Atas kunjungan yang tak direncanakan ini, karena Bunda kebetulan lewat pesantren dari arah Binuangen-Serang, Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah KH. Achmad Syatibi Hanbali mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. “Senang sekali, Bunda bisa main ke tempat ini. Mudah-mudahan suatu saat Bunda bisa main ke sini lagi dengan durasi waktu yang lebih longgar, sehingga lebih banyak lagi yang bisa kita pelajari dan petik dari pengalaman Bunda,” katanya saat Bunda hendak meninggalkan pesantren diiringi gerimis hujan.

Usai kehadirannya ke Pondok Pesantren Qothrotul Falah, Bunda juga masih sempat melayani telpon dan sms keluarga pesantren. Dalam salah satu smsnya, yang dikirimkan Kamis (23/3/2012), beliau menuliskan sms yang hangat sebagai tanda persaudaraan. “Senang sekali bisa berkenalan dengan Abi serta Umi. Pertemuan yang singkat tapi sangat menyenangkan. Semoga Allah memberikan kesempatan yang indah lagi hingga Bunda bisa silaturahim lagi ke pesantren ini. Insya Allah di minggu depan ya. Salam buat Abi dan Umi,” tulisnya dalam pesan singkat. Panggilan “Abi” dan “Umi” ini menunjukkan kedekatan dan keramahan Bunda pada siapapun yang baru dikenalnya.

Amin Bunda! Semoga Bunda sehat selalu dan panjang umur, sehingga Allah SWT menakdirkan Bunda bisa berkunjung lagi ke pesantren ini. Dengan tangan terbuka dan penuh keriangan, keluarga pesantren akan menyambut Bunda dengan sebaik-baiknya. Semoga juga, kehadiran Bunda yang penuh pengalaman hidup memberikan inspirasi dan motivasi bagi kemajuan pesantren ke depan. Amin! [nuha]


Selengkapnya...

Pengurus Harus Nomorsatukan Belajar*

Jumat, 09 Maret 2012

Oleh KH. Achmad Syatibi Hambali
(Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah)

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Amma’ ba’du. Yang saya hormati asatidz dan asatidzah, pengurus OPPQ periode yang lama maupun yang baru. Anak-anakmu, santriawan dan santriawati, rahimakumullah.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia-Nya, malam ini kita dapat berkumpul bersama untuk acara pelantikan pengurus OPPQ yang baru. Shalawat serta salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, shahabat dan umatnya yang senantiasa istikomah melaksanakan syariatnya.

Anak-anakku, santriawan dan santriawati, rahimakumulllah. Pertama, saya ucapkan terima kasih kepada pengurus OPPQ lama, yang telah mengabdikan dirinya untuk membantu pelaksanaan program-program yang ada di pondok ini. Mudah-mudahan segala pengorbanan, baik tenaga, pikiran atau materi, yang telah diberikan untuk pondok ini dicatat oleh Allah sebagai amal baik kalian. Mudah-mudahan segala pengorbanan ini dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat ganda dan diberi keberkahan. Kita doakan juga, kakak-kakak kita yang telah lepas dari pengurus OPPQ, yang sebentar lagi akan menghadapi UN, semoga semuanya lulus. Amin ya Allah ya rabbal ‘alamin.

Kedua, saya ucapkan selamat atas terpilihnya ketua OPPQ baru, baik putera maupun puteri. Saya ucapkan selamat atas terbentuknya pengurus PPPQ yang baru. Mudah-mudahan kalian, dalam melaksanakan progam-programnya bisa lebih baik dari yang sudah-sudah. Maaf, saya tidak mengecilkan atau menyepelekan pengurus OPPQ yang lama. Kebaikan itu tidak ada batasnya. Kita telah baik, tentu ingin lebih baik lagi. Karena itu, mudah-mudahan dengan terbentuknya pengurus OPPQ yang baru, ke depan QF lebih baik dalam segala hal. Amin ya Allah ya rabbal ‘alamin.

Santriawan dan santriawati rahikamullah. Menjadi pengurus OPPQ bukan berarti kalian bebas melaksanakan apa saja dan tidak ikut belajar atau melepaskan pelajaran karena disibukkan oleh hal lain. Pelajaran harus tetap dinomorsatukan. Menjadi pengurus itu hanya muatan tambahan, sebab insya Allah semua santri akan mengalami menjadi pengurus OPPQ. Sebab, pengurus OPPQ itu dibatasi waktu selama setahun. Pada 2013 kalian akan menghadapi UN, dan akan diganti oleh adik-adik kalian. Karena itu, justru kalian yang akan menjadi giliran. Sekali lagi, kalian harus tetap tidak boleh meninggalkan pelajaran, sekolah maupun pesantren dan ekstra. Kalian harus tetap belajar dengan baik. Saya harapkan, program Oppq di semua lini/bidang bisa berjalan dengan baik. Itulah harapan saya.

Saya tadi mendengar, kalian dituntut keikhlasan. Pondok ini bukan untuk mencari jabatan yang ada imbalannya. Ini hanyalah pembelajaran. Kalian insya Allah ke depan akan berhadapan dengan masyarakat. Karena itu, pengurus harus dijadikan pembelajaran, di mana kalian berhadapan dengan adik-adik kalian. Mengurus mereka, tentu kalian dululah yang harus lebih baik. Jangan hanya mau menyuruh, sementara kalian tidak melakukannya. Menyuruh jamaah, tapi kalian tidak jamaah. Yang nggak ngaji dihukum, sementara kalian menjadi pemalas, tidur. Itu tidak benar dan tidak baik.

Jadi, semua harus diawali dari diri sendiri. Kalau kita ingin ditaati, kita harus mengawali dari diri kita. Harus jadi orang yang rajin, mempunyai keinginan yang besar, punya harapan ke depan yang baik. Menjadi pengurus ini bukan berarti bisa semaunya. Sekalipun kalian pengurus, apabila melanggar aturan yang kita tetapkan bersama, maka konsekuensinya sama dengan adik-adik kalian. Kalau mereka dihukum, kalianpun sama akan dikenakan sanksi. Adik kalian dikenai sanksi oleh kalian, dan jika kalian melanggar akan disanksi oleh dewan asatidz atau pembina. Kalian tidak akan lepas dari hukuman. Ini berlaku sama dan untuk semua. Aturan ini bukan untuk adik-adik, tapi semua dan untuk kebaikan kita, karenanya harus didukung.

Saya harapkan, selama menjadi pengurus OPPQ, silahkan kalian mengoreksi aturan yang ada. Kalau tidak baik atau ada yang kurang, silahkan dikoreksi dan ditambah. Ini untuk kita bersama. Harapannya, santri QF menjadi santri yang berhasil baik pelajaran sekolahnya maupun pondoknya. Kita dapat ilmu yang manfaat. Ini harapan kami.

Anak-anakku santriawan santriawati rahimakumullah. Tentunya kepengurusan ini terdiri dari beberapa bagian; kebersihan, pengajaran, bahasa, dan yang lainnya. Saya harapkan semua bagian berjalan dengan efektif dan baik. Jangan hanya satu bagian yang jalan. Hanya olah raga saja karena semua senang misalnya, tapi bagian lain nggak jalan. Saya tidak harapkan ini yang terjadi. Semua yang mendapat tanggungjawab di bidangnya, mudah-mudahan sesuai bidangnya dan tanggungjawabnya, sehingga bisa dijalankan dengan baik. Jika di tengah perjalanan ada hal tertentu, silahkan minta saran pada guru-guru, rapat dengan kawan untuk mencari solusi yang terbaik. Kalau ada kesulitan, jangan dipikul sendiri. Biar kita bisa bergerak semua. Ini pembelajaran berorganisasi membimbing adik-adik. Kalau kalian kurang baik, ke depan kurang baik. Sekarang harus lebih baik, ke depan lebih baik lagi. Mudah-mudahan QF lebih maju dan lebih manfaat bagi orang lain

Pondok ini milik kita semua, bukan milik saya. Kitalah yang harus mengurus dan merawatnya. Pondok ini tanggungjawab kita dan kita dituntut punya rasa tanggungjawab. Ini akan menjadi almamater kalian dan tempat mencari ilmu. Saya harapkan, semua yang menjadi pengurus OPPQ bertanggungjawab pada pondok ini dan penuh rasa cinta. Mudah-mudahan kalian bisa dapat ilmu yang manfaat buat diri kalian dan masyarakat. Saya titipkan pondok ini, karena kitalah penghuninya yang harus merasa memiliki. Dan kita harus bertanggungjawab memajukannya dalam segala hal, terutama menjaga hal-hal yang akan merusak pondok ini. Maju dan tidaknya pondok ini tergantung di tangan kita, tidak hanya di pundak saya sebagai pengasuh. Itulah yang saya harakan dari kalian semua.

Kita harus menjaga hal yang merusak citra pondok dan harus diawali dari kepengurusan OPPQ. Kalau pengurus sudah acak-acakan, anak-anakpun akan acak-acakan. Insya Allah kalian akan menjadi baik semua. Kalian akan lebih baik dari yang sebelumnya. Amin! Itulah harapan kita ke depan, agar pondok ini betul-betul dirasakan manfaatnya oleh seluruh komponen masyarakat, tidak hanya warga Cikulur atau Warunggunung yang mempercayakan anaknya di pondok ini, tapi seluruhnya.

Sebagai santri, kalian harus mencerminkan akhlak santri. Ini harus diawali dari pengurus yang punya akhlak karimah. Dengan teman jangan pakai bahasa yang menyinggung perasaan. Kalau bahasa tidak dijaga, yang keluar bisa menyakitkan. Na’udzu billah min dzalik. Kadang santri nggak betah karena bahasa yang keluar. Kita harus menjadi pengayom adik-adik kita. Mau bagaimana mengayomi, kalau kita sendiri kurang merangkul mereka. Jadi pengurus, inilah cara memperbaiki diri kita, untuk belajar menjadi pemimpin yang baik. Mudah-mudahan ini akan menjadi pengalaman buat kita semua, yang bisa kita ambil hikmahnya. Insya Allah suatu saat kita akan berhadapan dengan masyarakat banyak yang ada di kampung kita. Kalau sekarang sudah bisa bermasyarakat dengan baik, insya Allah nanti kita akan bisa bergaul dengan masyarakat yang luas juga dengan baik. Kepengurusan ini ada imbas dan arti yang penting untuk diambil hikmahnya ke depan.

Sekali lagi saya tekankan, bukan berarti pengurus OPPQ berhenti belajar. Kalian harus belajar lebih giat, sebab akan diikuti adik-adik kalian.

Itulah sambutan saya. Tidak perlu panjang lebar. Semoga yang saya sampaikan bisa dicermati. Semoga kalian menjadi pengurus yang baik, sehingga QF ke depan makin maju lagi dan santrinya makin banyak dan manfaatnya pun buat masyarakat kian banyak.

Wal af’w minkum, wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

*Sambutan Pengasuh disampaikan pada Malam Pelantikan Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Qothrotul Falah (OPPQ), Senin, 5 Maret 2012, di Lapangan Qothrotul Falah Cikulur Lebak Banten dan disiarkan langsung oleh Radio Qi FM 107.7.




Selengkapnya...

Pengurus OPPQ Harus Tetap Menomorsatukan Belajar

Senin, 05 Maret 2012

Pengasuh Pondok Pesantren Qothrotul Falah Cikulur Labek Banten, KH. Achmad Syatibi Hanbali berharap, Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Qothrotul Falah (OPPQ) Periode 2012-2013 yang baru dilantik tetap menomorsatukan kegiatan belajar mengajar.

“Pengurus OPPQ yang baru tidak berarti bebas menjalankan apapun di pesantren ini atau disibukkan oleh program-program kerjanya, sehingga tidak mau lagi belajar. Itu sebabnya, pengurus OPPQ yang baru tetap harus menomorsatukan pelajaran, baik pelajaran formal, pesantren maupun ekstrakurikuler. Semua itu jangan ditinggalkan.”

Demikian dinyatakan Kiai Ibing – sapaan akrab pengasuh – saat memberikan tausiah pada Malam Pelantikan Pengurus OPPQ Periode 2012-2013, di Lapangan Qothrotul Falah, Senin (5/3/2012) malam, yang juga disiarkan langsung oleh Radio Qi FM 107.70. Tampak hadir pula Kepala SMA Qothrotul Falah, Pembina Majelis Pembimbing Santri (MPS), pengasuhan santri, dewan guru dan seluruh santri baik putera maupun puteri.

Selain memberikan selamat kepada pengurus yang baru dan terima kasih kepada pengurus yang lama, Pengasuh yang baru terpilih menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lebak Periode 2012-2017 ini juga berharap, seluruh program kerja OPPQ bisa berjalan dengan baik dan lancar. “Semoga pengurus yang sekarang lebih baik dari yang sebelumnya. Ini bukan merendahkan pengurus sebelumnya. Yang namanya kebaikan itu harus terus bertambah. Walaupun yang sebelumnya sudah baik, namun yang sekarang harus lebih baik lagi, karena kebaikan itu tidak ada batasnya,” ujarnya.

“Semoga masing-masing bidang bisa menjalankan program-programnya dengan baik. Namun penting diingat, pengurus OPPQ tidak ada imbalan materi apapun. Yang akan kalian dapatkan hanyalah pengalaman dan ini penting bagi kehidupan kalian ke depan,” tambahnya.

Kiai Ibing berharap, kepengurusan ini dijadikan sebagai pelajaran kedewasaan. Misalnya, kata Kiai Ibing, untuk mengurus dan memperbaiki adik-adik kelasnya, maka harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. “Kalau ingin menjadikan mereka baik, kalian harus menjadi baik terlebih dahulu. Jangan sampai kalian menghukum adik-adik kelas yang nggak jamaah, ngaji, atau lainnya, sementara kalian sendiri tidak melakukannya dan bahkan malas-malasan,” himbaunya serius. “Kalau ingin ditaati bawahan, kita harus memulainya dari diri sendiri,” imbuhnya.

Pengasuh juga berharap, jika Pengurus OPPQ yang baru mengalami kendala dalam kepengurusannya, mereka harus segera berkomunikasi dengan para guru dan pembimbing. “Jika ada masalah jangan dipikul sendiri. Kita harus bergerak semua, karena pesantren ini milik semua dan semua bertanggungjawab atas kebaikan pesantren ini,” katanya.

Di akhir sambutannya, pengasuh menegaskan, maju atau mundurnya pesantren ini tergantung di pundak para penghuninya. “Janganlah kita malah menjadi bagian dari orang-orang yang merusak citra pesantren ini,” harapnya. “Itu sebabnya, semoga pesantren ini bisa rapi dan tidak acak-acakan. Pesantren ini bisa lebih baik dan besar lagi,” sambungnya.

Pada pelantikan kali ini, agenda yang diselenggarakan antara lain sambutan dari Ketua Panitia Pemilihan Ketua OPPQ Ahmad Turmudzi, Pembacaan SK Pengurus OPPQ oleh Ahmad Amrullah, Pelantikan oleh Koordinator Majelis Pembimbing Santri (MPS) Aang Abdurohman SE, dan doa oleh Ahmad Hudaedy. Al-hamdulillah, agenda-demi agenda berjalan lancar.[enha]



Selengkapnya...


Bulletin Qi Falah edisi 06/1/2009



  © Blogger template Newspaper by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP